Layanan Sirkulasi
Layanan sirkulasi merupakan layanan pengguna yang berkaitan dengan peminjaman, pengembalian, dan perpanjangan koleksi (Rahayuningsih, 2007: 95). Menurut Pawit M Yusuf (2007: 70), pelayanan peminjaman koleksi atau disebut juga sebagai pelayanan sirkulasi merupakan pelayanan yang memutar koleksi, dipinjam keluar, dikembalikan, dipinjam keluar lagi dan seterusnya. Dalam dunia perpustakaan memiliki arti perputaran buku atau jenis koleksi untuk beberapa waktu lamanya.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa layanan sirkulasi merupakan kegiatan perputaran koleksi bahan pustaka mulai dari peminjaman, pengembalian serta perpanjangan koleksi. Kegiatan dalam pelayanan sirkulasi merupakan kegiatan yang sangat penting. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan inti yang selalu dilakukan oleh pustakawan maupun pemustaka. Menurut SulistyoBasuki dalam buku Darmono (2007: 174), perlu adanya deskripsi tugas yang jelas dalam melakukan pelayanan kepada pemustaka yaitu:
Pelayanan perpustakaan harus dijalankan dengan baik dan tertib oleh pustakawan maupun pemustaka. Agar kegiatan layanan perpustakaan dapat berjalan dengan tertib maka perlu dibuat peraturan serta tata tertib perpustakaan. Menurut Meilina Bustari (2000: 52) isi peraturan perpustakaan meliputi hal–hal sebagai berikut:
Sistem peminjaman untuk tiap–tiap perpustakaan tidak sama tergantung dari kondisi masing–masing perpustakaan. Sehingga perpustakaan selalu mengembangkan sistem peminjaman yang paling sesuai dengan keperluan perpustakaannya. Sulistyo–Basuki dalam Darmono (2007: 179) menyatakan apapun sistem peminjaman yang digunakan oleh perpustakaan, sistem peminjaman harus mampu memberikan jawaban atas pertanyaan berikut:
Sistem otomasi merupakan proses pengelolaan perpustakaan dengan menggunakan bantuan Teknologi Informasi dalam melaksanakan kegiatan perpustakaan yang meliputi pengadaan, pengolahan, penyimpanan dan penyampaian informasi. Sistem ini mengubah segala bentuk sistem manual menjadi sistem perpustakaan yang terkomputerisasi sehingga proses pengolahan data koleksi perpustakaan menjadi lebih akurat dan cepat.
Dikutip dari Balerancage (2011) terdapat beberapa pengertian mengenai otomasi perpustakaan dari para ahli. Pendapat pertama dikemukakan oleh Sulistyo Basuki yang menyatakan bahwa otomasi perpustakaan adalah penerapan teknologi informasi untuk kepentinngan perpustakaan mulai dari pengadaan hingga ke jasa informasi bagi pembaca. Lebih lanjut dikemukakan oleh Abdurrahman Saleh, bahwa penerapan teknologi komputer di bidang perpustakaan dan informasi menjadi semakin penting, karena teknologi ini menjanjikan peningkatan mutu layanan perpustakaan terutama kecepatan dan efisiensi kerja. Dalam ilmu perpustakaan, otomasi berfungsi sebagai :
Layanan referensi merupakan pelayanan bimbingan dalam menggunakan koleksi referensi dan memberikan informasi dengan tepat guna serta cepat kepada murid dan guru, dengan kata lain bahwa pelayanan referensi pelayanan yang berhubungan dengan pelayanan pemberian informasi dan pemberian bimbingan belajar (Ibrahim Bafadal, 2005: 89). Menurut Rahayuningsih (2007: 103) pelayanan referensi adalah suatu kegiatan untuk membantu pengguna perpustakaan dalam menemukan informasi yaitu dengan cara menjawab pertanyaan dengan menggunakan koleksi referensi, serta memberikan bimbingan untuk menemukan dan memakai koleksi referensi.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pelayanan referensi merupakan kegiatan untuk membantu pengguna perpustakaan menemukan informasi dengan menggunakan koleksi referensi melalui arahan maupun bimbingan dari pustakawan bagi pengguna yang belum mengerti bagaimana cara mendayagunakan koleksi referensi.
adalah layanan yang diberikan oleh perpustakaan berupa tempat untuk melakukan kegiatan membaca di perpustakaan. Layanan ini diberikan untuk mengantisipasi pengguna perpustakaan yang tidak ingin meminjam untuk dibawa pulang akan tetapi mereka cukup memanfaatkannya di perpustakaan (Darmono, 2007: 171–172). Menurut Badan Standarisasi Nasional tentang Perpustakaan Sekolah (2009: 5–6) luas perpustakaan sekurang– kurangnya untuk SD dan MI 56 dengan area koleksi 45% dari ruang yang tersedia, area pengguna seluas 25% dari ruang yang tersedia, area staf perpustakaan seluas 15% dari ruang yang tersedia, dan area lain–lain seluas 15% dari ruang yang tersedia. Perpustakaan menyediakan sekurang–kurangnya rak buku, lemari katalog, meja dan kursi baca, meja dan kursi kerja, meja sirkulasi, mesin tik/perangkat komputer dan papan pengumuman atau pameran. Menurut Lasa HS (2008: 154) apabila ketentuan luas perpustakaan dengan ukuran 56 sulit dipenuhi, maka dapat digunakan rumus 0,25 /siswa. Dengan demikian semakin banyak siswa maka jumlah kebutuhan ruang juga semakin luas.
Ketentuan lain yang berkaitan dengan ruang baca juga dikemukakan oleh International Federation of Library Associations (2006: 10) yang menyatakan bahwa hal–hal yang harus diperhatikan dalam tata ruang demi maksimalnya pelayanan ruang baca adalah sebagai berikut : (a) Lokasi terpusat atau sentral, bilamana mungkin di lantai dasar, (b) Akses dan kedekatan, dekat dengan kawasan pengajaran, (c) Faktor kebisingan, paling sedikit di perpustakaan tersedia beberapa bagian yang bebas dari kebisingan dari luar, (d) Pencahayaan yang baik dan cukup, baik lewat jendela maupun penerangan, (e) Suhu ruangan yang tepat, (f) Desain yang sesuai guna memenuhi penderita cacat fisik, (g) Ukuran ruang yang cukup untuk penempatan koleksi buku, fiksi dan non fiksi, buku sampul tebal maupun tipis, surat kabar dan majalah, sumber non cetak serta penyimpanannya, ruang belajar, ruang baca, komputer, meja, ruang pameran, ruang kerja tenaga dan meja perpustakaan, (h) Fleksibilitas untuk memungkinkan keseberagaman kegiatan serta perubahan kurikulum dan teknologi pada masa mendatang.